Mengapa Pajak UKM Diperlukan? Ini Penjelasan Ditjen Pajak

Metrotvnews.com, Jakarta: Banyak kalangan yang menentang kebijakan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak perihal penetapan pajak 1% bagi wajib pajak (WP) orang pribadi dan badan yang memiliki omzet Rp4,8 miliar setahun. Pasalnya, kebijakan yang ditetapkan per tanggal 1 Juli 2013 ini sangat memberatkan pascakenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi.



Lantas, mengapa Ditjen Pajak tetap merealisasikan kebijakan tersebut? Kepala Seksi Hubungan Eksternal Ditjen Pajak, Chandra Budi melalui keterangan tertulis yang diterima Metrotvnews.com di Jakarta, Selasa (16/7), menjelaskan kepatuhan masyarakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakan masih sangat rendah.







Ditjen Pajak mencatat untuk Wajib Pajak Orang Pribadi, baru sekitar 25 juta saja yang telah membayar pajak dari sekitar 60 juta masyarakat yang seharusnya membayar. Sedangkan untuk Wajib Pajak Badan, Ditjen Pajak mencatat baru sekitar 520 Wajib Pajak yang membayar pajak dari sekitar 5 juta badan usaha yang memiliki laba.



Chandra mencontohkan hasil penelitian Ditjen Pajak terhadap kepatuhan perpajakan pedagang Pasar Tanah Abang diharapkan dapat dijadikan potret kepatuhan yang lebih konkret. Untuk Blok A Pasar Tanah Abang, berdasarkan hasil Sensus Pajak Nasional (SPN) diketahui memiliki sekitar 8.000 kios. Dari 8.000 pemilik kios tersebut, ternyata baru sekitar 3.000 pemilik yang terdaftar sebagai Wajib Pajak.



"Nah, dari 3.000 pemilik yang telah terdaftar sebagai WP, baru sekitar 200-an lebih yang telah membayar pajak. Sedangkan rata-rata pembayaran pajaknya per-bulan per-WP (per Kios yang sudah terdaftar) tadi hanya 500 ribu saja," jelas Chandra.



Demikian juga untuk Blok B Pasar tanah abang, dari sekitar 3.821 kios yang ada (hasil SPN), baru sekitar 151 pemilik kios yang sudah terdaftar (menjadi Wajib Pajak) dengan jumlah yang melakukan pembayaran pajak hanya sekitar 62 WP. Dari 62 Wajib Pajak tersebut, rata-rata pembayaran pajaknya hanya Rp400 ribu/perbulan/WP.



"Tentunya, kondisi ini sangat berbeda dengan kondisi aktifitas ekonomi di Pasar Tanah Abang seperti banyak diberitakan oleh media massa. Rata-rata omzet pedagang disana sekitar Rp10 juta per kios - per hari. Bahkan, pada kondisi saat ini, omzet dapat mencapai Rp25 juta per kios - per hari. Maka, dengan hitungan sederhana dan tarif paling rendah sekalipun, seharusnya pajak yang dibayarkan oleh pedagang Pasar Tanah Abang lebih besar dari kondisi sekarang," paparnya.



Berdasarkan masukan dari berbagai pihak di Pasar Tanah Abang ini, maka penyebab utama perilaku ketidakpatuhan dalam melaksanakan kewajiban perpajakan ini dikarenakan WP mengalami kesulitan dalam memahami administrasi perpajakan. Untuk itu, agar WP mudah melaksanakan kewajiban perpajakannya, maka diciptakanlah penyederhanaan aturan perpajakan dalam bentuk Pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) Penghasilan dari Usaha dengan Peredaran Bruto (Omzet) Tertentu sebagaimana diatur dalam PP 46 Tahun 2013.



"Dengan PP 46 Tahun 2013 ini, selain masyarakat diberikan kemudahan dan kesederhanaan dalam melaksanakan kewajiban perpajakan, diharapkan masyarakat akan meningkat pengetahuan perpajakannya sehingga kepatuhan sukarela akan muncul," pungkasnya.

Laporan: Fario Untung


Editor: Andrie Yudhistira



Sumber: http://www.metrotvnews.com

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.