Melihat Akuntansi Forensik dari Kacamata Kantor Akuntan Publik (KAP)
“Indonesia masih jauh tertinggal mendalami akuntansi forensik. Tak semua kantor akuntan publik membidangi forensik. Perlunya profesi ini baru terasa tatkala krisis ekonomi dan makin banyaknya kasus korupsi yang mengapung pada 1997”.
Saya tidak yakin para auditor kita memiliki kemampuan akuntansi forensik, komentar Ketua Umum Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Ahmadi Hadibroto. Menurut Ahmadi, masih jarang akuntan Indonesia yang mendalami bidang yang satu ini.
Sayangnya, asosiasi profesi akuntan yang paling diakui ini juga belum melirik forensik sebagai bagian penting dari akuntansi. Kita belum lihat itu sebagai isu yang mendesak untuk kita berikan perhatian khusus, sambung Ahmadi.
Bahkan, Ahmadi sendiri kurang berminat mengambil spesialisasi ini. Alasannya, apa lagi kalau bukan ceruk pasar yang masih minim. Saya sendiri tak punya kemampuan di situ. Dan saat ini saya tidak punya keinginan untuk mempelajari bidang ini. Belum banyak pasarnya, celetuknya terus terang. Ahmadi sehari-hari buka praktek di Kantor Akuntan Publik KPMG Hadibroto -salah satu KAP terpandang.
Ahmadi -setidaknya hingga saat ini- boleh saja masih mengecilkan profesi ini. Namun sebenarnya profesi ini banyak yang membutuhkan. Kalau memang berkompeten, silakan tawarkan jasa itu. Tapi kalau tak mampu, jangan dong. Makanya harus hati-hati, ujarnya.
Sebenarnya bidang yang masih minim diminati di kalangan akuntan itu sendiri dapat menerbitkan peluang tersendiri. Setidaknya hal itulah yang dibidik oleh KAP PricewaterhouseCooper Indonesia (PwC). Kami saat ini punya 15 akuntan forensik serta 50 akuntan lainnya yang sedang kami bekali berbagai keahlian, termasuk akuntansi forensik, tutur Direktur PwC Widiana Winawati. Di kantornya, Widiana membawahkan divisi forensik.
Widiana secara terpisah mengakui pernyataan Ahmadi. Memang belum banyak akuntan yang melirik profesi unik ini. Hal itu lantaran, Spesialisasi di Indonesia tergolong baru. Masih banyak akuntan yang belum sadar akan adanya profesi ini.
Bermula dari Krisis
Widiana mencatat tahun 1997 adalah titik awal perkembangan genre ini. Krisis ekonomi kala itu membuat pemerintah meminta bantuan dari IMF dan Bank Dunia, ujar Widiana menerangkan. Lembaga internasional tersebut mengusung resep penyehatan perbankan, yang dikenal dengan istilah agreed-upon due dilligence process (ADDP). Formulasi ADDP ini sama halnya dengan audit investigasi.
Menurut Widiana, mulai saat itulah publik makin menuntut penuntasan kasus korupsi. Tingkat korupsi yang tinggi mendorong perkembangan profesi ini, imbuhnya. Widiana dengan bangga memberi contoh, pengungkapan kasus Bank Bali adalah prestasi kantornya. Kami sukses mengidentifikasi arus dana yang rumit, sambungnya.
Widiana meramalkan profesi ini bakal berkembang pesat ke depannya. Maklum, kini makin banyak kantor bisnis dari negara asing yang masuk ke Indonesia. Konsekuensinya, selain mematuhi hukum di sini, mereka juga tetap memegang peraturan negara asalnya. Kalau tidak, mereka bisa terkena tuntutan denda dan pidana, tuturnya. Contohnya perusahaan asal Amrik. Negeri Paman Sam ini punya peraturan yang bertajuk US Foreign Corrupt Practices Act.
Kecakapan Komplet
Widiana berpendapat seorang akuntan forensik harus memiliki multitalenta. Seorang pemeriksa kecurangan (fraud) dapat diumpamakan sebagai gabungan antara pengacara, akuntan, kriminolog, dan detektif, tandasnya.
Selain itu, Widiana menambahkan, seorang akuntan forensik harus memiliki sejumlah sifat dasar. Antara lain, hati-hati, mampu menjaga rahasia pekerjaannya, kreatif, pantang menyerah, punya rasa ingin tahu yang besar, percaya diri, serta yang paling penting adalah jujur, sambung Widiana.
Dibanding akuntan lainnya, seorang akuntan forensik memiliki tugas yang paling berat. Kalau akuntan internal adalah polisi, auditor adalah petugas patroli, dan akuntan forensik adalah seorang detektif, sambung Widiana.
Tugas utama dari akuntan di perusahaan adalah mencatat dan menjaga kelancaran arus keuangan perusahaannya. Sedangkan auditor lebih seperti petugas patroli yang melakukan inspeksi dan pengecekan rutin atas area berdasarkan pengalaman mereka sebelumnya.
Akuntan forensik melakukan inspeksi dan pengecekan yang lebih terperinci dan seksama dibandingkan dengan petugas patroli.
Sumber : http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol18632/melihat-akuntansi-forensik-dari-kacamata-kap
Saya tidak yakin para auditor kita memiliki kemampuan akuntansi forensik, komentar Ketua Umum Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Ahmadi Hadibroto. Menurut Ahmadi, masih jarang akuntan Indonesia yang mendalami bidang yang satu ini.
Sayangnya, asosiasi profesi akuntan yang paling diakui ini juga belum melirik forensik sebagai bagian penting dari akuntansi. Kita belum lihat itu sebagai isu yang mendesak untuk kita berikan perhatian khusus, sambung Ahmadi.
Bahkan, Ahmadi sendiri kurang berminat mengambil spesialisasi ini. Alasannya, apa lagi kalau bukan ceruk pasar yang masih minim. Saya sendiri tak punya kemampuan di situ. Dan saat ini saya tidak punya keinginan untuk mempelajari bidang ini. Belum banyak pasarnya, celetuknya terus terang. Ahmadi sehari-hari buka praktek di Kantor Akuntan Publik KPMG Hadibroto -salah satu KAP terpandang.
Ahmadi -setidaknya hingga saat ini- boleh saja masih mengecilkan profesi ini. Namun sebenarnya profesi ini banyak yang membutuhkan. Kalau memang berkompeten, silakan tawarkan jasa itu. Tapi kalau tak mampu, jangan dong. Makanya harus hati-hati, ujarnya.
Sebenarnya bidang yang masih minim diminati di kalangan akuntan itu sendiri dapat menerbitkan peluang tersendiri. Setidaknya hal itulah yang dibidik oleh KAP PricewaterhouseCooper Indonesia (PwC). Kami saat ini punya 15 akuntan forensik serta 50 akuntan lainnya yang sedang kami bekali berbagai keahlian, termasuk akuntansi forensik, tutur Direktur PwC Widiana Winawati. Di kantornya, Widiana membawahkan divisi forensik.
Widiana secara terpisah mengakui pernyataan Ahmadi. Memang belum banyak akuntan yang melirik profesi unik ini. Hal itu lantaran, Spesialisasi di Indonesia tergolong baru. Masih banyak akuntan yang belum sadar akan adanya profesi ini.
Bermula dari Krisis
Widiana mencatat tahun 1997 adalah titik awal perkembangan genre ini. Krisis ekonomi kala itu membuat pemerintah meminta bantuan dari IMF dan Bank Dunia, ujar Widiana menerangkan. Lembaga internasional tersebut mengusung resep penyehatan perbankan, yang dikenal dengan istilah agreed-upon due dilligence process (ADDP). Formulasi ADDP ini sama halnya dengan audit investigasi.
Menurut Widiana, mulai saat itulah publik makin menuntut penuntasan kasus korupsi. Tingkat korupsi yang tinggi mendorong perkembangan profesi ini, imbuhnya. Widiana dengan bangga memberi contoh, pengungkapan kasus Bank Bali adalah prestasi kantornya. Kami sukses mengidentifikasi arus dana yang rumit, sambungnya.
Widiana meramalkan profesi ini bakal berkembang pesat ke depannya. Maklum, kini makin banyak kantor bisnis dari negara asing yang masuk ke Indonesia. Konsekuensinya, selain mematuhi hukum di sini, mereka juga tetap memegang peraturan negara asalnya. Kalau tidak, mereka bisa terkena tuntutan denda dan pidana, tuturnya. Contohnya perusahaan asal Amrik. Negeri Paman Sam ini punya peraturan yang bertajuk US Foreign Corrupt Practices Act.
Kecakapan Komplet
Widiana berpendapat seorang akuntan forensik harus memiliki multitalenta. Seorang pemeriksa kecurangan (fraud) dapat diumpamakan sebagai gabungan antara pengacara, akuntan, kriminolog, dan detektif, tandasnya.
Selain itu, Widiana menambahkan, seorang akuntan forensik harus memiliki sejumlah sifat dasar. Antara lain, hati-hati, mampu menjaga rahasia pekerjaannya, kreatif, pantang menyerah, punya rasa ingin tahu yang besar, percaya diri, serta yang paling penting adalah jujur, sambung Widiana.
Dibanding akuntan lainnya, seorang akuntan forensik memiliki tugas yang paling berat. Kalau akuntan internal adalah polisi, auditor adalah petugas patroli, dan akuntan forensik adalah seorang detektif, sambung Widiana.
Tugas utama dari akuntan di perusahaan adalah mencatat dan menjaga kelancaran arus keuangan perusahaannya. Sedangkan auditor lebih seperti petugas patroli yang melakukan inspeksi dan pengecekan rutin atas area berdasarkan pengalaman mereka sebelumnya.
Akuntan forensik melakukan inspeksi dan pengecekan yang lebih terperinci dan seksama dibandingkan dengan petugas patroli.
Sumber : http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol18632/melihat-akuntansi-forensik-dari-kacamata-kap
Leave a Comment